Fiqih Endorsement
Pertanyaan
YouTuber atau pemilik akun FB/instagram yang dikirimi produk baik gratis atau berbayar untuk di review atau dipromosikan di akun mereka.
Apa yang boleh dan mana yang haram, sebab lagi trend teknik endorsment dijadikan alternatif pemasaran.
Jawab
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Untuk menjawab persoalan di atas, hal pertama yang perlu kita ketahui adalah pendekatan fiqih (Takyif Fiqh) untuk akad endorsement.
Jika kita lihat lebih dekat, skema akad untuk endorsement adalah akad ijarah atau ju’alah (jual beli jasa). Di mana pemilik akun medsos atau tokoh tertentu diminta untuk mengiklankan produk, dan untuk selanjutnya dia berhak menerima fee (ujrah) sesuai kesepakatan.
Secara umum, dalam akad ijarah maupun ju’alah untuk iklan produk tertentu, upah yang diterima oleh *penyedia jasa statusnya halal, apabila memenuhi 3 ketentuan:*
[Pertama] Jasa yang dia sediakan adalah jasa yang manfaatnya mubah.
Jika jenis jasanya haram, misalnya jasa sihir, apapun tujuan konsumennya, baik digunakan untuk kebaikan maupun keburukan, tetap terlarang.
Dari Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menerima uang hasil penjualan anjing, upah pelacur, dan upah dukun. (Muttafaq alaih)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa bentuk jasa yang terlarang, yaitu upah dukun dan upah pelacur.
[Kedua] Tidak ada unsur tolong menolong dalam maksiat.
Jika jenis jasanya mubah, namun digunakan untuk tujuan maksiat maka upah yang diterima tidak halal.
Allah berfirman,
وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Janganlah tolong menolong dalam dosa dan tindakan kelewat batas. Dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah itu sangat keras siksaannya” (QS. al-Maidah: 2)
[Ketiga] Berkaitan cara dalam menyampaikan materi iklan.
Ada 2 aturan yang perlu diperhatikan berkaitan dengan cara dalam menyampaikan materi iklan,
[1] Tidak boleh ada unsur penipuan.
[2] Tidak boleh memuji barang melebihi kenyataan yang ada.
Di antara jual beli yang dilarang adalah jual beli najasy. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلاَ يَبِيعُ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلاَ تَنَاجَشُوا
Janganlah kalian menawarkan barang kepada orang yang sedang menawar barang orang lain, dan jangan melakukan transaksi najasy. (HR. Bukhari 2150).
Dalam hadis lain dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ النَّجْشِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang najasy.” (HR. Bukhari 2142)
Jual beli najasy pada hakikatnya masuk dalam kategori penipuan. Hanya saja dia dikhususkan, mengingat praktik semacam ini sangat banyak terjadi di masyarakat.
Ada banyak contoh jual beli najasy, di antaranya,
Berpura-pura menawar harga padahal tidak hendak membeli.
Memuji barang tidak sesuai aslinya. Termasuk di antaranya adalah iklan secara dusta.
Menyebutkan harga kulak secara dusta.
Kita garis bawahi, iklan secara dusta, dengan menyebutkan keterangan yang tidak sesuai kondisi aslinya. Jelas ini termasuk najasy dan penipuan.
Demikian.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits
Komentar
Posting Komentar
setelah anda membaca artikel ini ,silahkan tulis komentar anda.....