THE RULE OF THREE

Sejujurnya saya termasuk tipikal _deadliner_ yaitu kalau menghadapi sesuatu, baru muncul idenya di detik-detik terakhir. Misalnya saat kemarin diberi mandat untuk membawakan khutbah Idul Adha, sejak malam tak terpikir sama sekali bahan ceramah apa yang mau disampaikan.

Setelah shalat Subuh di hari Ied, barulah menemukan ide untuk membahas tentang kurban. Memang banyak sekali cabang masalah dalam mengupas tema tersebut, namun saya membatasi penjabaran hanya tiga hal saja yaitu hikmahnya, niatnya, dan kesalahannya yang paling umum ditemukan. Inilah yang dinamakan "aturan angka tiga".

Aturan ini menyebutkan, jika kita hendak menyampaikan informasi dengan efektif kepada orang lain, buatlah menjadi tiga bagian. Inilah angka yang paling mudah diingat dalam pikiran manusia. Karena dua terlalu sedikit, sedangkan empat terlalu banyak. _The rule of three_ adalah pola yang sering dibawakan oleh para pembicara ternama.

Semisal ketika Presiden Barrack Obama berbicara di kampus UI ia memanfaatkan aturan angka tiga ini dengan mengatakan, "Saya ingin menyampaikan tiga hal yaitu _development, democracy and religious faith.”_

Jauh sebelum Obama, pahlawan nasional Ki Hajar Dewantara juga merangkum idenya menjadi tiga bagian, _ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani._ Tak ketinggalan pahlawan Romawi Julius Caesar yang terkenal dengan slogannya, _Veni, Vidi, Vici._ Datang, lihat, menang.

Tentu saja di awal khutbah tersebut saya perlu menyampaikan hal yang dirasa mampu menyedot perhatian para pendengar. Jika mereka tertarik dari awal, insya Allah mereka akan mendengar hingga akhir. Maka saya membuka dengan sebuah pertanyaan,

"Siapa bilang bahwa ibadah kurban itu meneladani Nabi Ibrahim?"

Jamaah pun penasaran dengan jawabannya. Maka saya jelaskan bahwa jauh sebelum peristiwa Nabi Ibrahim, adalah seorang lelaki salih putra Nabi Adam bernama Habil yang pertama kali berkurban dengan seekor domba gemuk. Kurban itu beliau persembahkan atas perintah Allah, untuk memilih siapa di antara dua anak Nabi Adam yang paling baik kurbannya, Habil atau Qabil.

Berbeda dengan Habil, ternyata Qabil yang berprofesi sebagai petani mempersembahkan kurban dengan hasil tani yang buruk. Maka Allah menolak kurban itu. Terpilihlah domba gemuk Habil, sehingga domba ini ditempatkan oleh Allah di dalam surga. 

Sampai peristiwa Nabi Ibrahim pun terjadi, domba ini diturunkan dari surga sebagai pengganti Nabi Ismail. Seolah-olah menjadi petunjuk bahwa Nabi Ibrahim telah sungguh-sungguh dalam mempersembahkan kurban terbaiknya, sebagaimana kesungguhan Habil. Inilah bukti bahwa kurban Nabi Ibrahim bukan yang pertama, melainkan mengikuti jejak pendahulunya Habil bin Adam.

Pembukaan ini sukses menjadi daya tarik bagi para pendengar khutbah. Saya lantas melanjutkan dengan aturan angka tiga seperti yang diceritakan di atas.

Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang pertama kali mencetuskan ide _the rule of three_ ini? Betapa ajaibnya karena aturan ini menyebar ke seluruh dunia dan bertahan hingga ribuan tahun. Silih berganti generasi umat manusia, namun aturan ini tetap bermanfaat.

Kita akan terkejut, karena penggagas pertamanya adalah Nabi Sulaiman, dan gagasan ini diabadikan dalam Al-Qur'an surat An-Naml ayat 30 dan 31.

إِنَّهُۥ مِن سُلَيْمَٰنَ وَإِنَّهُۥ بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ . أَلَّا تَعْلُوا۟ عَلَىَّ وَأْتُونِى مُسْلِمِينَ

_Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya isinya, "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri."_

Lihatlah bagaimana surat sang Nabi yang mulia ini disusun menjadi tiga bagian. Pertama pujian kepada Allah, kedua larangan untuk tidak bersikap sombong, dan ketiga adalah perintah untuk berserah diri.

Oleh karena itu, bagus sekali jika kita biasakan mengikuti _the rule of three_ ini dari skala yang terkecil. Misalnya saat memberi nasihat kepada anak, cukupkan menjadi tiga saja meski sebenarnya kita ingin menyampaikan puluhan petuah kepadanya.

"Kalau Adik berangkat ke masjid sendiri, ingat ya agar letakkan sandal dengan rapi, masuk ke masjid kaki kanan, dan shalatnya harus tenang." Contohnya begitu. Insya Allah pesan seperti ini mudah dipahami oleh anak kita, mereka pun akan tunduk dengan nasihat itu seperti tunduknya Ratu Balqis kepada sang Nabi.

✏️ _Sahabatmu, Arafat._

Komentar

Postingan Populer